HUKUM ISLAM TENTANG
WAKAF
MENAMBAH WAWASAN ROHANI
Disusun oleh :
Aris Setiyono (04)
Eka fajar S. (12)
Fantry D.P. (15)
Much. Akbar T. (20)
Moh. Rendi ( )
UPTD SMAN 3 NGANJUK
TAHUN 2010
KATA PENGANTAR
Puji syukur dihaturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan Rahmat
serta Hidayah-Nya, karya yang berjudul “HUKUM
ISLAM TENTANG WAKAF” dapat diselesaikan tanpa suatu hambatan.
Dibuatnya karya ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan tambahan
tentang kerohanian. Serta diucapkan terima kasih kepada :
1.
Kepala SMAN 3 Nganjuk.
2.
Guru Pembimbing yang telah membina dalam pembuatan
karya ini
3.
Serta teman-teman yang sekiranya tak perlu di sebutkan
Dengan karya ini diharapkan semoga memberi manfaat bagi pembaca.
12 Mei 2011
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL………………………………………………………………i
KATA
PENGANTAR…………………………………………………………….ii
DAFTAR ISI……………………………………………………………………...iii
BAB
I PENGERTIAN DAN HUKUM WAKAF................................................... 4
BAB
II SYARAT DAN RUKUN WAKAF............................................................. 7
2.1. Syarat Wakaf........................................................................................ 7
2.2.
Rukun Wakaf........................................................................................ 7
BAB
III HARTA YANG DI WAKAFKAN............................................................ 8
BAB
IV PELAKSANAAN WAKAF DI INDONESIA.......................................... 9
4.1.
Landasan.............................................................................................. 9
4.2. Tata
Cara Perwakafan Tanah Milik........................................................ 9
4.3.
Surat Yang Harus Di Serahkan..........................................................10
4.4. Hak Dan Kewajiban
Nadir.................................................................10
BAB V MENGGANTI BARANG WAKAF.......................................................12
BAB VI PENGATURAN WAKAF......................................................................13
BAB
VII HIKMAH
WAKAF................................................................................14
BAB I
PENGERTIAN DAN HUKUM
WAKAF
Ditinjau dari segi bahasa
wakaf berarti menahan. Sedangkan menurut istilah syarak, ialah menahan sesuatu
benda yang kekal zatnya, untuk diambil manfaatnya untuk kebaikan dan kemajuan
Islam. Menahan suatu benda yang kekal zatnya, artinya tidak dijual dan tidak
diberikan serta tidak pula diwariskan, tetapi hanya disedekahkan untuk diambil
manfaatnya saja.Ada beberapa pengertian tentang wakaf antara lain:
Pengertian wakaf menurut
mazhab syafi’i dan hambali adalah seseorang menahan hartanya untuk bisa dimanfaatkan
di segala bidang kemaslahatan dengan tetap melanggengkan harta tersebut sebagai
taqarrub kepada Allah ta’alaa
Pengertian wakaf menurut
mazhab hanafi adalah menahan harta-benda sehingga menjadi hukum milik Allah ta’alaa, maka
seseorang yang mewakafkan sesuatu berarti ia melepaskan kepemilikan harta
tersebut dan memberikannya kepada Allah untuk bisa memberikan manfaatnya kepada
manusia secara tetap dan kontinyu, tidak boleh dijual, dihibahkan, ataupun
diwariskan
Pengertian wakaf menurut imam
Abu Hanafi adalah menahan harta-benda atas kepemilikan orang yang berwakaf dan bershadaqah
dari hasilnya atau menyalurkan manfaat dari harta tersebut kepada orang-orang
yang dicintainya. Berdasarkan definisi dari Abu Hanifah ini, maka harta
tersebut ada dalam pengawasan orang yang berwakaf (wakif) selama ia masih
hidup, dan bisa diwariskan kepada ahli warisnya jika ia sudah meninggal baik
untuk dijual ayau dihibahkan. Definisi ini berbeda dengan definisi yang
dikeluarkan oleh Abu Yusuf dan Muhammad, sahabat Imam Abu Hanifah itu sendiri
Pengertian wakaf menurut
mazhab maliki adalah memberikan sesuatu hasil manfaat dari harta, dimana
harta pokoknya tetap/lestari atas kepemilikan pemberi manfaat tersebut walaupun
sesaat
Pengertian wakaf menurut
peraturan pemerintah no. 28 tahun 1977 adalah perbuatan hukum seseorang atau
badan hukum yang memisahkan sebagian harta kekayaannya yang berupa tanah milik
dan melembagakannya untuk selama-lamanya. Bagi kepentingan peribadatan atau
keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran agama Islam.
Dari definisi tersebut
dapat diambil kesimpulan bahwa wakaf itu termasuk salah satu diantara macam
pemberian, akan tetapi hanya boleh diambil manfaatnya, dan bendanya harus tetap
utuh. Oleh karena itu, harta yang layak untuk diwakafkan adalah harta yang
tidak habis dipakai dan umumnya tidak dapat dipindahkan, mislanya tanah,
bangunan dan sejenisnya. Utamanya untuk kepentingan umum, misalnya untuk
masjid, mushala, pondok pesantren, panti asuhan, jalan umum, dan sebagainya.
Hukum wakaf sama dengan
amal jariyah. Sesuai dengan jenis amalnya maka berwakaf bukan sekedar berderma
(sedekah) biasa, tetapi lebih besar pahala dan manfaatnya terhadap orang yang
berwakaf. Pahala yang diterima mengalir terus menerus selama barang atau benda
yang diwakafkan itu masih berguna dan bermanfaat. Hukum wakaf adalah sunah.
Ditegaskan dalam hadits:
اِذَا مَاتَ ابْنَ ادَمَ اِنْقَطَعَ
عَمَلُهُ اِلاَّ مِنْ ثَلاَثٍ : صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ اَوْ عِلْمٍ يَنْتَفَعُ بِهِ
اَوْ وَلَدِ صَالِحٍ يَدْعُوْلَهُ (رواه مسلم)
Artinya: “Apabila anak Adam meninggal dunia maka
terputuslah semua amalnya, kecuali tiga (macam), yaitu sedekah jariyah (yang
mengalir terus), ilmu yang dimanfaatkan, atu anak shaleh yang mendoakannya.” (HR Muslim)
Harta yang diwakafkan
tidak boleh dijual, dihibahkan atau diwariskan. Akan tetapi, harta wakaf
tersebut harus secara terus menerus dapat dimanfaatkan untuk kepentingan umum
sebagaimana maksud orang yang mewakafkan. Hadits Nabi yang artinya: “Sesungguhnya Umar telah mendapatkan
sebidang tanah di Khaibar. Umar bertanya kepada Rasulullah SAW; Wahai
Rasulullah apakah perintahmu kepadaku sehubungan dengan tanah tersebut? Beliau
menjawab: Jika engkau suka tahanlah tanah itu dan sedekahkan manfaatnya! Maka
dengan petunjuk beliau itu, Umar menyedekahkan tanahnya dengan perjanjian tidak
akan dijual tanahnya, tidak dihibahkan dan tidak pula diwariskan.” (HR Bukhari dan Muslim)
BAB II
SYARAT DAN RUKUN WAKAF
2.1. Syarat Wakaf
Syarat-syarat harta yang diwakafkan
sebagai berikut:
1) Diwakafkan untuk
selama-lamanya, tidak terbatas waktu tertentu (disebut takbid).
2) Tunai tanpa menggantungkan
pada suatu peristiwa di masa yang akan datang. Misalnya, “Saya wakafkan bila
dapat keuntungan yang lebih besar dari usaha yang akan datang”. Hal ini disebut
tanjiz
3) Jelas mauquf alaih nya (orang yang diberi wakaf) dan bisa
dimiliki barang yang diwakafkan (mauquf) itu
2.2. Rukun Wakaf
1) Orang yang berwakaf (wakif), syaratnya;
a. kehendak sendiri
b. berhak berbuat baik walaupun non Islam
2) sesuatu (harta) yang diwakafkan (mauquf), syartanya;
a. barang yang dimilki
dapat dipindahkan dan tetap zaknya, berfaedah saat diberikan maupun dikemudian
hari
b. milki sendiri walaupun
hanya sebagian yang diwakafkan atau musya (bercampur dan tidak dapat dipindahkan dengan
bagian yang lain
3) Tempat berwakaf (yang
berhaka menerima hasil wakaf itu), yakni orang yang memilki sesuatu, anak dalam
kandungan tidak syah.
4) Akad, misalnya: “Saya
wakafkan ini kepada masjid, sekolah orang yang tidak mampu dan sebagainya”
tidak perlu qabul (jawab) kecuali yang bersifat pribadi (bukan bersifat umum)
BAB III
HARTA YANG DI WAKAFKAN
Wakaf meskipun tergolong
pemberian sunah, namun tidak bisa dikatakan sebagai sedekah biasa. Sebab harta
yang diserahkan haruslah harta yang tidak habis dipakai, tapi bermanfaat secara
terus menerus dan tidak boleh pula dimiliki secara perseorangan sebagai hak
milik penuh. Oleh karena itu, harta yang diwakafkan harus berwujud barang yang
tahan lama dan bermanfaat untuk orang banyak, misalnya:
a. sebidang tanah
b. pepohonan untuk diambil
manfaat atau hasilnya
c. bangunan masjid,
madrasah, atau jembatan
Dalam Islam, pemberian
semacam ini termasuk sedekah jariyah atau amal jariyah, yaitu sedekah yang
pahalanya akan terus menerus mengalir kepada orang yang bersedekah. Bahkan
setelah meninggal sekalipun, selama harta yang diwakafkan itu tetap bermanfaat.
Hadits nabi SAW:
اِذَا مَاتَ ابْنَ ادَمَ اِنْقَطَعَ
عَمَلُهُ اِلاَّ مِنْ ثَلاَثٍ : صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ اَوْ
عِلْمٍ يَنْتَفَعُ بِهِ اَوْ وَلَدِ صَالِحٍ
يَدْعُوْلَهُ (رواه مسلم)
Artinya: “Apabila anak Adam meninggal dunia maka
terputuslah semua amalnya, kecuali tiga (macam), yaitu sedekah jariyah (yang
mengalir terus), ilmu yang dimanfaatkan, atu anak shaleh yang mendoakannya.” (HR Muslim)
Berkembangnya agama Islam
seperti yang kita lihatsekarang ini diantaranya adalah karena hasil wakaf dari
kaum muslimin. Bangunan-bangunan masjid, mushala (surau), madrasah, pondok
pesantren, panti asuhan dan sebaginya hampir semuanya berdiri diatas tanah
wakaf. Bahkan banyak pula lembaga-lembaga pendidikan Islam, majelis taklim,
madrasah, dan pondok-pondok pesantren yang kegiatan operasionalnya dibiayai
dari hasil tanah wakaf.
Karena itulah, maka Islam
sangat menganjurkan bagi orang-orang yang kaya agar mau mewariskan sebagian
harta atau tanahnya guna kepentingan Islam. Hal ini dilakukan atas persetujuan
bersama serta atas pertimbangan kemaslahatan umat dan dana yang lebih
bermanfaat bagi perkembangan umat.
BAB IV
PELAKSANAAN WAKAF DI INDONESIA
4.1. Landasan
1.Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1977
tentang Perwakafan Tanah Milik
2.Peraturan Menteri dalam Negeri No. 6
Tahun 1977 tentang Tata Cara Pendaftaran Tanah mengenai Perwakafan Tanah Milik
3.Peraturan Menteri Agama No. 1 Tahun 1978
Tentang Peraturan Pelasanaan Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1977 tentang
Perwakafan Tanah Milik
4.Peraturan Direktur Jendral Bimbingan
Masyarakat Islam No. Kep/P/75/1978 tentang Formulir dan Pedoman
Peraturan-Peraturan tentang Perwakafan Tanah Milik
4.2. Tata Cara Perwakafan Tanah Milik
1.Calon wakif dari pihak yang hendak
mewakafkan tanah miliknya harus datang dihadapan Pejabat Pembantu Akta Ikrar
Wakaf (PPAIW) untuk melaksanakan ikrar wakaf.
2.Untuk mewakafkan tanah miliknya, calon
wakif harus mengikrarkan secara lisan, jelas dan tegas kepada nadir yang telah
disyahkan dihadapan PPAIW yang mewilayahi tanah wakaf. Pengikraran tersebut
harus dihadiri saksi-saksi dan menuangkannya dalam bentuk tertulis atau surat
3.Calon wakif yang tidak dapat datang di
hadapan PPAIW membuat ikrar wakaf secara tertulis dengan persetujuan Kepala
Kantor Departemen Agama Kabupaten atau Kotamadya yang mewilayahi tanah wakaf.
Ikrar ini dibacakan kepada nadir dihadapan PPAIW yang mewilayahi tanah wakaf
serta diketahui saksi
4.Tanah yang diwakafkan baik sebagian atau
seluruhnya harus merupakan tanah milik. Tanah yang diwakafkan harus bebas dari
bahan ikatan, jaminan, sitaan atau sengketa
5.Saksi ikrar wakaf sekurang-kurangnya dua
orang yang telah dewasa, dan sehat akalnya. Segera setelah ikrar wakaf, PPAIW
membuat Ata Ikrar Wakaf Tanah
4.3. Surat
Yang Harus Di Serahkan
Surat yang
Harus Dibawa dan Diserahkan oleh Wakif kepada PPAIW sebelum Pelaksananaan Ikrar
Wakaf
Calon wakif harus membawa serta dan
menyerahkan kepada PPAIW surat-surat berikut.
1. sertifikat hak milik atau sertifikat
sementara pemilikan tanah (model E)
2. Surat Keterangan Kepala
Desa yang diperkuat oleh camat setempat yang menerangkan kebenaran pemilikan
tanah dan tidak tersangkut suatu perkara dan dapat diwakafkan
3. Izin dari Bupati atau Walikota c.q.
Kepala Subdit Agraria Setempat
4.4. Hak dan Kewajiban Nadir
Nadir adalah kelompok atau bandan hukum Indonesia
yang diserahi tugas pemeliharaan dan pengurusan benda wakaf
1. Hak Nadir
a.
Nadir berhak menerima penghasilan dari hasil tanah wakaf yang biasanya
ditentukan oleh Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten atau Kotamadya. Dengan
ketentuan tidak melebihi dari 10 % ari hasil bersih tanah wakaf
b.
Nadir dalam menunaikan tugasnya dapat menggunakan fasilitas yang jenis dan
jumlahnya ditetapkan oleh Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten atau
Kotamadya.
2. Kewajiban Nadir
Kewajiban nadir adalah mengurus dan mengawasi
harta kekayaan wakaf dan hasilnya, antara lain:
a. menyimpan dengan baik
lembar kedua salinan Akta Ikrar Wakaf
b.memelihara dan memanfaatkan tanah wakaf serta
berusaha meningkatkan hasilnya
c.
menggunakan hasil wakaf sesuai dengan ikrar wakafnya.
BAB V
MENGGANTI BARANG WAKAF
Prinsip-prinsip wakaf
diatas adalah pemilikan terhadap manfaat suatu barang. Barang asalnya tetap,
tidak boleh diberikan, dijual atau dibagikan. Barang yang diwakafkan tidak
boleh diganti atau dijual. Persoalannya akan jadi lain jika barang wakaf itu
sudah tidak dapat dimanfaatkan, kecuali dengan memperhitungkan harga atau nilai
jual setelah barang tersebut dijual. Artinya, hasil jualnya dibelikan gantinya.
Dalam keadaan demikian , mengganti barang wakaf dibolehkan. Sebab dengan cara
demikian, barang yang sudah rusak tadi tetap dapat dimanfaatkan dan tujuan
wakaf semula tetap dapat diteruskan, yaitu memanfaatkan barang yang diwakafkan
tadi.
Sayyidina Umar r.a. pernah
memindahkan masjid wakah di Kuffah ke tempat lain menjadi masjid yang baru dan
lokasi bekas masjid yang lama dijadikan pasar. Masjid yang baru tetap dapat
dimanfaatkan. Juga Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa tujuan pokok wakaf adalah
kemaslahatan. Maka mengganti barang wakaf tanpa menghilangkan tujuannya tetap
dapat dibenarkan menurut inti dan tujuan hukumnya.
BAB VI
PENGATURAN WAKAF
Tujuan wakaf dapat
tercapai dengan baik, apabila faktor-faktor pendukungnya ada dan berjalan.
Misalnya nadir atau pemelihara barang wakaf. Wakaf yang diserahkan kepada badan
hukum biasanya tidak mengalami kesulitan. Karena mekanisme kerja, susunan
personalia, dan program kerja telah disiapkan secara matang oleh yayasan
penanggung jawabnya.
Pengaturan wakaf ini sudah
barang tentu berbeda-beda antara masing-masing orang yang mewakafkannya
meskipun tujuan utamanya sama, yaitu demi kemaslahatan umum. Penyerahan wakaf
secara tertulis diatas materai atau denagn akta notaris adalah cara yang
terbaik pengaturan wakaf. Dengan cara demikian, kemungkinan penyimpangan dan
penyelewengan dari tujuan wakaf semula mudah dikontrol dan diselesaikan.
Apalagi jika wakaf itu diterima dan dikelola oleh yayasan-yayasan yang telah
bonafide dan profesional, kemungkinan penyelewengan akan lebih kecil.
BAB VII
Hikmah Wakaf
Hikmah wakaf adalah sebagai berikut:
- Melaksanakan perintah Allah SWT untuk
selalu berbuat baik. Firman Allah SWT:
(lihat
Al-Qur’an onlines di google)
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, ruku’lah kamu,
sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat
kemenangan.” (QS Al Hajj : 77)
- Memanfaatkan harta atau barang tempo
yang tidak terbatas
Kepentingan diri sendiri sebagai pahala
sedekah jariah dan untuk kepentingan masyarakat Islam sebagai upaya dan
tanggung jawab kaum muslimin. Mengenai hal ini, rasulullad SAW bersabda dalam
salah satu haditsnya:
مَنْ لاَ يَهْتَمَّ بِاَمْرِ الْمُسْلِمِيْنَ فَلَيْسَ
مْنِّى (الحديث)
Artinya: “Barangsiap yang tidak memperhatikan urusan dan
kepentingan kaum muslimin maka tidaklah ia dari golonganku.” (Al Hadits)
- Mengutamakan kepentingan umum
daripada kepentingan pribadi
Wakaf biasanya diberikan kepada badan
hukum yang bergerak dalam bidang sosial kemasyarakatan. Hal ini sesuai dengan
kaidah usul fiqih berikut ini.
مَصَالِحِ الْعَامِّ مُقَدَّمُ عَلى مَصَالِحِ الْجَاصِّ
Artinya: “Kemaslahatan umum harus didahulukan daripada
kemaslahatan yang khusus.”
Adapun manfaat wakaf bagi orang yang
menerima atau masyarakat adalah:
a.
dapat menghilangkan kebodohan
b.
dapat menghilangkan atau mengurangi kemiskinan
c.
dapat menghilangkan atau mengurangi kesenjangan sosial
d.
dapat memajukan atau menyejahterakan umat
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar